Senin, 27 Mei 2013

Mendidik Dengan Ketauladanan

Tulisan ini penulis mulai dengan mencuplik scene adegan film “Ferrari Ki Sawaari”. Dalam salah satu adegan film tersebut, diceritakan ada seorang ayah membonceng anaknya dalam perjalanan pulang dari sekolah. Di tengah jalan, ia dan anaknya tak sengaja menerobos lampu merah. Waktu itu, anaknya memperingatkan ayahnya untuk berhenti, tetapi karena tidak ada polisi di pos jaga. Maka merekapun mencari pos polisi terdekat. Sampai di pos polisi terdekat, mereka berhenti kemudian terjadilah dialog antara ayah dan pak polisi. “Pak, tolong saya ditilang karena tadi saya telah menerobos lampu merah”. Kata sang ayah. Kemudian polisi itu menjawab, “Maaf pak, apakah tadi ada saksi mata yang melihat bapak menerobos lampu merah”. Tanya sang polisi. “Tidak ada pak”. Jawab dia. “Lalu kenapa anda datang kesini. Saya tidak bisa menilang anda kalau tidak ada saksi mata yang melihat”. Cetus pak polisi. “Memang tidak ada pak, tapi anak saya melihat kejadian itu. Saya malu terhadap anak saya. Saya selalu mengajarkannya tentang kejujuran dan tanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang kita lakukan. Oleh karenanya saya minta tolong diberi sanksi atas pelanggaran saya”.
Cuplikan diatas adalah adegan sebuah film. Dalam benak kita, film itu  hanya sebuah fiksi, tidak nyata karena sudah disekenariokan. Sama seperti dongeng atau kisah masa lampau yang tak pernah terjadi. Faktanya memang demikian, sepertinya kita tidak akan mendapatkan kasus itu dalam realitas kehidupan kita. Jangan salah! di jaman modern ini siapa sangka sikap orangtua dalam adegan film tersebut pernah terjadi tetapi dalam kasus berbeda. Beberapa waktu lalu, kita disuguhkan dengan sikap kesatria seorang Hatta Rajasa, salah seorang Menteri di Republik ini. Ketika anaknya terjerat kasus tabrakan maut yang merenggut nyawa orang dan harus dihadapkan pada proses persidangan maka sebagai ayah, seorang Hatta Rajasa mengantarkan anaknya sendiri ke kantor polisi. Hukum harus tetap ditegakkan. Walaupun ia sebagai seorang pejabat pemerintahan tetapi ia tidak menggunakan kekuasaan untuk melindungi perbuatan kriminal anaknya. Sungguh sebuah contoh baik bagi para orangtua di negeri ini. Hatta mengajarkan kita tentang pendidikan kejujuran, keberanian, dan sikap bertanggungjawab terhadap perbuatan yang telah dilakukan.
Alangkah baiknya anak-anak negeri ini jika nilai-nilai kejujuran, keberanian, dan sikap bertanggungjawab terhadap perbuatan yang telah dilakukan ditanamkan dalam lingkungan sekolah. Memang selama ini ada pendidikan karakter akan tetapi akan menjadi bungkusan kosong jika hanya diberikan dalam bentuk ceramah saja. Anak-anak bangsa kita membutuhkan ketauladan nyata dari guru, orangtua, dan segenap civitas akademika sekolah. Dengan tindakan dan perbuatan kongkrit maka mereka bisa melihat realitas sebenarnya. Ketauladanan sesungguhnya. Bukan fiksi atau sebuah film. Bagi guru, sikap berani dan bertanggungjawab terhadap apa yang telah dilakukan akan membuat para guru mawas diri. Guru akan berhati-hati ketika berucap dan bertindak. Jika ucapannya tidak sama dengan perbuatan maka sebenarrnya ia telah memberikan contoh tidak baik terhadap siswa. Dan harusnya guru tersebut malu menyadang predikat guru. Malu terhadap diri sendiri. Dan malu terhadap siswanya, terlebih malu terhadap institusi, tempat dimana guru tersebut bekerja. Bagi karyawan dan Tata Usaha, sikap jujur dan bertanggungjawab terhadap apa yang telah dilakukan  membuat mereka tidak akan berani menyelewengkan atau memark-up dana anggaran pemerintah. Mereka sadar jika melakukannya maka mereka telah berbohong terhadap diri dan institusi pendidikan. Bagi siswa, sikap jujur dan berani akan melahirkan kepercayaan diri dalam dirinya. Siswa tak akan berani mencontek saat ujian karena mereka tahu mencontek adalah perbuatan tidak jujur terhadap diri sendiri. 
Sudah cukup anak-anak bangsa ini ditontonkan dengan kasus Korupsi (ketidakjujuran) para pejabat, ketauladan salah dari para public figure yang terjerat kasus narkoba, pornoaksi, dan kriminal. Anak-anak negeri ini harus dididik dengan ketauladan baik kita. Sikap dan perilaku baik dari para guru dan orangtua. Sehingga masa depan bangsa ini akan jauh ebih baik. Semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar